Tak Puas Diri, Normalkah?

Banyak orang berpikir bahwa kebutuhan pokok itu hanya berbicara tentang sandang dan pangan saja. Fokus setiap orang itu lebih kepada apa yang terlihat dan bisa dinikmati.

Terkadang kita lupa bahwa yang membuat kita bisa menikmati seluruh kebutuhan kita itu harus dibarengi dengan perasaan nyaman dan bahagia saat menikmatinya.

Coba Anda bayangkan terlahir dari keluarga kaya, memiliki segala yang Anda mau, Anda juga terlihat good looking dan apa pun yang Anda mau semua tersedia di depan mata. Tanpa bersusah-susah mencarinya dengan kata lain hidup sudah perfect (sempurna).

Tetapi Anda merasa bahwa sepertinya ada yang kurang saat menikmati semua fasilitas dan segala kebutuhan. Padahal secara normal Anda patut bersyukur karena tidak semua orang bisa seperti Anda.

Anda merasakan kekosongan dan kegelisahan hati saat menikmati seluruh fasilitas itu. Anda merasa semua menjadi tidak berarti karena selalu berpikir bahwa apa yang ada kurang memuaskan kamu.

Baca juga: Suka Merendahkan Orang Lain

Kata kurang memuaskan pada satu titik justru memunculkan pertanyaan “normal gak sih aku? Dan berkata dalam hati, kalau aku tuh kayak terganggu aja dengan segala yang aku nikmati hari ini?”

Ada banyak keresahan dalam hati manusia. “Normal gak sih aku” menjadi pembahasan yang kadang membuat seseorang terjebak dengan stigma akan gangguan kesehatan mental. Orang biasa mengatakan, “kayaknya aku terganggu secara mental deh, karena aku terlihat berbeda dengan teman-teman dan lingkunganku.”

Orang seperti ini cenderung terlalu sering membandingkan dirinya dengan orang lain.

Pertanyaannya apakah orang yang dalam kecenderungan seperti ini memiliki gangguan kesehatan mental? Namun sebelum itu, apakah kesehatan mental itu? Mengapa harus memasukannya ke dalam daftar kebutuhan manusia secara umum?

Kesehatan mental merupakan kebutuhan yang tidak bisa kita anggap sepele atau seolah-olah bukan sesuatu yang patut mendapat “concern” dalam kebutuhan manusia.

Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Ini berarti jika seseorang tidak memiliki kepuasan dalam hidupnya dan tidak memiliki kebahagiaan dalam hidupnya masuk dalam kategori kesehatan mentalnya sedang terganggu.

Ingat! terganggu kesehatan mental bukan berarti seseorang sakit mental. Masak kurang bahagia saja sudah masuk kategori gangguan mental.

Teori di atas sudah cukup menjelaskan jika Anda tidak mempermasalahkan atau merasa bersalah terhadap diri sendiri termasuk bertanya “aku normal tidak ya” itu artinya Anda baik-baik saja. Tetapi jika Anda mempertanyakan ketidaknormalan dan mulai gelisah dengan diri sendiri berarti kesehatan mental Anda sedang terganggu.

Baca juga: Setiap Orang Memiliki Kelemahan

Jika kamu Anda masuk kategori orang yang terganggu seperti itu Anda sedang membutuhkan seseorang untuk menyadarkan dan kembali ke fakta atau realitas yang sesungguhnya. Ini indikasi bahwa Anda sedang tidak baik-baik saja.

Untuk memastikan, apakah kesehatan mental Anda terganggu. Anda dapat berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Dan untuk siswa yang di sekolah dapat berkonsultasi dengan guru Bimbingan Konseling (BK). Mereka dapat membantu Anda mulai mencari permasalahan yang sedang Anda alami saat ini termasuk membahas ketidaknormalan yang berlebihan.

Tetapi mengapa kita harus repot-repot konsultasi kepada mereka? Sederhananya, jika Anda mengalami gangguan kesehatan secara fisik Anda pasti mencari dokter atau minimal bertanya pada seseorang yang mengerti dunia kesehatan.

Nah, kalau Anda terganggu dengan kesehatan mental Anda juga perlu mencari psikolog sebagai orang kompeten dalam mendeteksi kesehatan mental.

Akhirnya, cobalah berdamai dengan diri sendiri.

“Jangan pernah malu bilang ke diri kamu sendiri bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja”.

Salam sehat dan jangan lupa Bahagia!

Referensi

Pieper, J. & Uden, M. V.,2006, Religion in Coping and Mental Health Care, Yord University Press, New York.

Sumber gambar: https://pixabay.com/

***

Bionarasi

Liana Remhana Sinamo, M.Si., guru BK SMAS 2 Kristen Kalam Kudus Jakarta. Jika Anda membutuhkan konsultasi dapat menghubungi via email: liana.s@skkkjakarta.sch.id

Avatar photo
Liana Remhana Sinamo
Articles: 5

2 Comments

    • Halo selamat siang,apa kabar? Maaf saya kurang respon karena banyak kesibukan di sekolah heheh…tapi saya coba jawab ya
      Menjawab pertanyaan kamu tentang bagaimana jika ada yang menusuk kamu dari belakang dan dari depan apakah harus dimaafkan?Kalau sy bisa jawab ,wajib dimaafkan tapi pastikan saat kamu memaafkan ada perasaan rela dan ada damai di dalam hati.jika tidak mending kamu cooling down dan periksa hati dahulu karena untuk memberikan kata bahkan sikap memaafkan harus punya kebesaran hati yang kalau menurut saya pribadi sangat membutuhkan waktu sih..ini kisah nyata saya soalnya
      Dan supaya kita tetap kuat saya pribadi sih selalu berserah kepada Tuhan karena kuasa Tuhan jauh melebihi kekuatan manusia pastinya,selamat berjuang ya kamu pasti bisa..semangat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *