Puisi | Penantang Waktu

 

| Penulis: Agnes Julianti Halim

Tatkala kuingat simpul di wajahnya yang tanpa beban,

Yang pernah mengadu nasib bak seseorang di perantauan,

Ingin bertanya apakah ia masih tahan dengan tekanan penderitaan,

Menghujani tiap sepi dengan senyuman penuh pengabdian.

 

Sedikit demi sedikit kusimpulkan bahwa jiwaku semakin lama semakin ringan,

Menepi sedikit demi sedikit dan terbaring di dekat perapian,

Berguling – guling ke kanan dan ke kiri diiringi jam dinding yang berdentang,

Tatkala ingin merubah rasa takut menjadi sebuah keberanian.

 

Terbangun dari dinginnya lantai yang merasuk ke dalam keringnya rusuk,

Meraba – raba tiap dinding yang berkerak dengan kegalauan yang menusuk,

Berjalan mencari ruangan pembasuhan yang membisikkan doa yang begitu merasuk,

Supaya jiwa ini semakin lama semakin kuat dan tidak membusuk.

 

Mencoba bangkit dan berharap bisa berlari lebih jauh lagi,

Tatkala hati mencoba ingin berteriak dengan suara yang meninggi,

Menatap dari kejauhan sambil menyatukan kerasnya kenyataan dan alam mimpi,

Dengan berbagai cara agar terhindar dari perasaan yang disebut dengan sepi.

 

Sang penantang waktu bukan penakluk kematian,

Namun tidak ada yang bisa mencegahnya bangkit dari penderitaan,

Tak perduli sengat ketakutan yang semakin menusuk tak tertahankan,

Demi membuat impian menjadi sebuah kenyataan.

***

Judul Karya: Penantang waktu

Akun media social: @agnesjuliantihalim.210790

Pesan yang ingin disampaikan: Terkadang kita mengalami jatuh bangun dalam kehidupan. Tidak apa – apa. Asalkan kamu tahu kapan harus bangkit lagi melawan waktu.

Avatar photo
Agnes Julianti Halim
Articles: 4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *