
| Penulis: Adi Yosep
Keluarga merupakan institusi yang paling berpengaruh terhadap perkembangan seorang anak. Relasi antara orang tua dan anak menjadi faktor yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak-anak, secara fisik, mental, spiritual, kecerdasan, sosial dan karakter seksual. Anak-anak membutuhkan relasi yang tidak bersyarat dan menerima apapun kondisi anak tersebut. Kebutuhan kita atas hubungan yang penuh kasih berarti bahwa kita butuh untuk mencintai dan dicintai, untuk menguatkan dan di kuatkan. Dicintai membentuk landasan bagi kehidupan dan memberikan kepada kita kemantapan yang tidak dapat kita miliki tanpa ikatan itu.[1] Seperti yang tertulis dalam Alkitab, sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya (Amsal 19:22, ATB).
Menurut beberapa penelitian, pola asuh orangtua bukan merupakan satu-satunya faktor yang membentuk perkembangan anak-anak. Pada waktu masih kecil anak-anak sangat tergantung dengan pola asuh dan teladan dari orang tua, tetapi ketika sudah menjadi remaja, anak-anak remaja mulai dipengaruhi oleh dunia luar, teman sebaya, media dan lingkungan sekitar. Faktor utama dalam perkembangan anak adalah karakter anak tersebut, karakteristik dan kemampuan dari orangtua, faktor biologis dan genetik, sosial, karakter dan kondisi lingkungan sekitar dan karakter dari keluarga.[2] Jadi pola asuh orangtua bukan merupakan satu-satunya faktor yang membentuk perkembangan anak.
Memang saat ini ada banyak masalah, khususnya masalah seksual pada anak-anak remaja, tampaknya mulai muncul apabila kebutuhan dasar akan kasih tidak terpenuhi pada masa kanak-kanak sehingga membuat anak merasa tidak dicintai dan ditolak.[3] Ketika anak-anak hidup dengan tangki kasih yang kosong, anak-anak cenderung akan mencari kasih ke tempat lain. Seperti yang sering kita lihat di media televisi ada banyak anak remaja yang mudah jatuh dalam pergaulan yang salah dan bergabung dengan kelompok-kelompok remaja yang terlibat dalam perkelahian dan tindak kriminal. Oleh karena itu orangtua tetap mempuyai peran yang penting dalam memenuhi dan memuaskan kebutuhan kasih kepada anak-anak.
Orang tua yang jarang hadir karena perceraian, jadual bekerja dan faktor lainnya, membahayakan rasa terhubungkan remaja yang bersangkutan dengan orang tuanya, sehingga ketika remaja yang merasa ditelantarkan akan bergumul dengan pernyataan, “Apanya sih yang salah padaku, sehingga orangtuaku tidak peduli kepadaku?” Kalau orangtua ingin anak remaja merasa dikasihi, mereka harus menyediakan waktu untuk menemani anak remaja.[4] Menyediakan waktu dalam hal ini tidak hanya kedekatan secara fisik semata, karena ada banyak anak-anak yang setiap hari bertemu dan bersama orangtua mereka tetapi anak-anak merasa orangtua mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri, sehingga anak-anak sering kesulitan membangun hubungan emosional dengan orangtua mereka.
Telah banyak ditulis tentang pentingnya hubungan keterikatan antara anak dan orangtua, kebanyakan psikolog anak sependapat bahwa kalau ikatan emosional dengan orangtua tidak terjadi, perkembangan emosional anak-anak akan diwarnai dengan rasa tidak tentram.[5] Hubungan keluarga sangat berkaitan dengan tingkat depresi dan konsep gambar diri seorang anak, sehingga anak-anak yang memiliki hubungan yang baik dengan orangtua dan mempunyai system keluarga yang baik, akan memiliki tingkat depresi yang rendah dan memiliki gambar diri yang lebih baik.[6] Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Green, Williams dan Goodman, menemukan bahwa relasi antara orangtua dengan anak mempengaruhi identitas maskulin seorang anak laki-laki.[7]
Dari kitab Ulangan dalam perjanjian lama, kita mendapatkan gambaran secara jelas mengenai peran orangtua Kristen: “Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu. Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” (Ulangan 6: 1-9, BIS).
Melalui kitab Ulangan, kita belajar banyak tentang ketaatan kepada perintah Allah dan bagaimana menjalani hidup dengan berdasarkan peraturan dari Allah. Allah memerintahkan kepada umat-Nya untuk hidup takut akan Tuhan. Dan pada ayat-ayat selanjutnya, Allah memerintahkan kepada setiap orangtua untuk mengajarkan peraturan dan perintah Allah kepada anak-anak, mengajarkan secara berulang-ulang pada setiap waktu dan kondisi.
Orangtua mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendidik dan mengajarkan pengenalan akan Allah sejak awal usia anak-anak. Orangtua juga harus menjadi teladan bagi anak-anak, sehingga akan menjadi panutan atau model yang baik bagi perkembangan anak-anak.
Ketika orangtua mempunyai iman dan mewujudkan kebenaran iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari, akan memberikan dampak yang positif bagi karakter anak secara umum. Teladan dan kepribadian orangtua akan dicontoh oleh anak-anak.
Keluarga merupakan tulang punggung sebuah komunitas, tidak peduli dengan masalah keluarga dan tidak peduli betapa beratnya mengasuh anak, keluarga bertanggung jawab terhadap pertumbuhan seorang anak.[8] Kita hidup di tengah masyarakat yang kaya akan symbol-simbol materialism dan sensualitas (televisi, film, papa iklan, majalah-majalah dengan kertas yang mengkilap, dan sebagainya), tetapi miskin symbol akan iman.[9]
Dalam perkembangan teknologi, anak-anak dengan mudah melihat contoh kekerasan dalam film-film. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam mendidik dan membimbing anak-anak ke dalam kedewasaan iman Kristen yang benar.
Pemenuhan kebutuhan emosional dan kasih dari orangtua akan menjadi dasar yang kuat bagi anak-anak remaja dalam menghadapi pengaruh negatif dari tekanan sosial, teman sebaya, obat-obat terlarang dan media televisi. Walaupun peran orangtua bukan satu-satunya yang mempengaruhi perkembangan anak-anak, satu hal yang harus diperhatikan oleh orangtua adalah membangun hubungan tanpa syarat dan komunikasi yang berkualitas dengan anak-anak.
Referensi:
[1] Stanton L. dan Brenna B. Jones, Bagaimana dan Kapan Memberitahu Anak Anda mengenai Seks (Surabaya: Penerbit Momentum, 2004), 71.
[2] Kristin N. Williams-Washington dan Joanna Melon and Gary M. Blau, Family Influences on Childhood Behavior and Development: Childhood Growth and Development within a Family Context. (New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2008), 22.
[3] Stanton dan Jones, Bagaimana dan Kapan Memberitahu Anak Anda mengenai Seks.
[4] Gary Chamman, Lima Bahasa Kasih untuk Remaja, (Batam: Interaksa, 2003). 32.
[5] Ibid.
[6] Lauren B. Childers, “Parental Bonding in Father-Son Relationships” (MA. Thesis. Liberty University, 2010), [Journal Online]; diakses tgl. 03 Maret 2013; tersedia di http://digitalcommons.liberty.edu/honors/115/.
[7] Ibid.
[8] Trina W. Osher, David Osher and Gary M. Blau. Family Influences on Childhood Behavior and Development: Families Matter. (New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2008), 39.
[9] Stanton dan Jones. Bagaimana dan Kapan Memberitahu Anak Anda mengenai Seks. 61.
One thought on “Pengaruh Relasi Keluarga Terhadap Perkembangan Anak”
Wooow kereen dan sangat bermanfaat sekali